Jakarta - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa usulan jadwal pemilu diundur atau masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) diperpanjang, bukanlah keinginannya pribadi.
Bahlil mengatakan, usulan itu muncul saat dirinya sedang berdiskusi dengan para pengusaha di Tanah Air. Saat ini dunia usaha mengalami tren pemulihan setelah terdampak pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak 2020 hingga 2021.
Karena itu, sambungnya, momentum pemulihan ekonomi di Indonesia diharapkan tidak terhambat karena stabilitas politik yang tidak berjalan baik.
Hal ini diungkapkan Bahlil saat ia menjadi narasumber dalam Podcast Leaders Talk yang diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) dan Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI), Jumat, 28 Januari 2022 kemarin.
Dia mengatakan, dalam diskusi tersebut dirinya mencoba mengkorelasikan hasil survei saran dan masukan dari para pengusaha tersebut. Dalam hasil survei Indikator Politik Indonesia mencatat 31 persen masyarakat setuju jika masa jabatan Presiden Jokowi ditambah hingga tahun 2027.
Sebanyak 32,9 persen responden kurang setuju dan 25,1 persen tidak setuju sama sekali dengan perpanjangan masa jabatan presiden hingga 2027. Masyarakat yang setuju berharap agar penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional dapat diselesaikan secara tuntas.
Selain itu, tren dukungan Jokowi kembali maju sebagai capres di Pilpres 2024 terus meningkat. Pada September 2021, hanya 27,5 persen responden yang mendukung Jokowi untuk maju pada periode ketiganya.
Kemudian, pada November 2021, yang setuju masa jabatan presiden diperpanjang tiga periode naik menjadi 35,6 persen dan kembali naik pada Desember 2021 menjadi 38,6 persen.
"Artinya hasil survei itu, saya korelasikan dengan diskusi saya bersama teman-teman dunia pengusaha. Yang memang mereka pengen kalau boleh dipertimbangkan Pemilu diundur karena selama masa pandemi Covid-19, ini baru tumbuh mereka. Baru mau naik, masuk lagi politik stabilitas," ujarnya.
Lebih lanjut, dia berpandangan memajukan atau memundurkan jadwal pemilu bukan sesuatu yang diharamkan karena sudah ada sejarahnya di Indonesia.
Sebab, dalam sejarah Indonesia, pada 1997 telah dilakukan pemilu. Namun reformasi pada 1999 membuat pemilu yang seharusnya digelar 2002 dipercepat dan dilaksanakan pada 1999.
"Saya katakan kepada mereka, ruang konstitusinya itu tidak ada. Tetapi ada Yurisprudensi, ada sejarah bahwa di Indonesia memajukan pemilu dan mengundurkan pemilu, itu bukan sesuatu yang haram," tuturnya.
"Apakah tidak melanggar UUD 1945 yang mengajarkan kita (pemilu) 5 tahun sekali. Jadi menurut saya, ini adalah bagian sejarah panjang bangsa. Yang bagaimana modelnya? serahkan saja kepada Parlemen. Karena Parlemen lah yang bisa memutuskan itu dengan kajian-kajian hukum. Jadi itu semacam aspirasi saja," ucap Bahlil menambahkan.
Di akhir, dia mengaku bahwa itu merupakan tanggapan pribadi yang disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi.
"Kalau ditanya apakah itu pikiran Bahlil? Bukan pikiran Bahlil. Bahlil berdiskusi sama dunia usaha dan menanggapi apa yang ditemukan Pak burhan," kata Menteri BKPM, Bahlil Lahadalia.[]